Kreativitas dan Entrepreneurship dalam Pendidikan
Teori pedagogik menerangkan, keberhasilan
pembelajaran di kelas tergantung kualitas guru, kualitas guru ada pada hebatnya
kepala sekolah, hebatnya kepala sekolah terletak pada kompetensi mumpuni dari
para pengawas pendidikan dan atau para penyelenggara pendidikan, dan seterusnya
vertikal ke atas, secara argumentasi logis bisa
diarahkan pada peran stakeholder tersebut.
Siswa individu yang sangat
memerlukan pengarahan dan bimbingan guru dari setiap materi dan nilai-nilai
kehidupan yang diajarkan.
Begitu juga dengan posisi
kepala sekolah dan pengawas pendidikan yang mempunyai tanggung jawab penuh
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pendidikan.
Untuk mewujudkan kualitas
pendidikan yang terintegrasi dengan kemajuan zaman, stakeholder pendidikan
tersebut harus mempunyai kreativitas untuk mengolah pembelajaran.
Karena pembelajaran yang
kreatif akan memunculkan generasi yang kreatif pula, terutama dalam menghadapi perkembangan zaman
yang terus menerus berbuah kemajuan.
Pada titik inilah berpikir
kreatif perlu ditumbuh kembangkan pada diri siswa oleh guru sehingga menciptakan
generasi dengan kreativitas tinggi di berbagai bidang kehidupan.
Namun demikian, pada tataran
peserta didik mengembangkan kreativitas dalam ranah kecakapan hidup lebih
krusial sehingga mereka lebih siap ketika menghadapi jenjang yang lebih fokus
dalam menempuh pendidikan berikutnya ataupun dalam kehidupan keseharian.
Buku yang ditulis oleh Prof
Dr HAR Tilaar, MSc.Ed, Guru Besar Emeritus Pendidikan dari Universitas Negeri
Jakarta (UNJ) berupaya mengulas secara detail
dan mendalam tentang cara berpikir kritis, berpikir kreatif, dan kompleks.
Selain menjelaskan tataran praktis, suami dari Martha Tilaar ini menjelaskan
secara filosofis cara berpikir secara metodik sehingga memunculkan manusia-manusia
kreatif.
Menurut HAR Tilaar, berpikir
kreatif sangat perlu dikembangkan pada kemampuan siswa agar tumbuh generasi
yang memiliki jiwa entrepreneurship tinggi. entrepreneurship tidak hadir dari
ruang kosong, tetapi ditumbuhkan melalui pembiasaan berpikir kritis, kreatif,
juga berpikir kompleks. Tentu untuk menjawab ini memerlukan para pendidik kreatif
yang mampu mengolah materi ajar menjadi energi pendorong kreativitas berpikir
siswa melalui berbagai metode pembelajaran. dijelaskan HAR Tilaar bahwa embrio berpikir
kreatif hadir ketika keingintahuan secara epistemologis selalu bersemayam dalam
diri pendidik atau guru. Tahap berpikir ini merupakan dasar berpikir kritis
dari seorang guru. Guru yang berpikir kritis tidak dapat menerima sebagaimana adanya
yang telah diteliti maupun yang disampaikan oleh para pakar.
Dari proses tersebut, bisa
dipahami bahwa seorang pendidik yang kritis akan mempertanyakan
ketentuan-ketentuan yang
telah dianggap baku dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Sikap baku ini tidak akan
menghasilkan perubahan dalam masyarakat.
Di titik inilah kreativitas
lahir dari tahap berpikir kritis atas segala yang dianggap baku.
Yang menarik yaitu
kreativitas yang menjadi embrio manusia-manusia entrepreneurship menurut HAR
Tilaar tidak di- hegemoni dalam satu bidang tertentu, misal bisnis dan
perdagangan. orang-orang mengidentikkan entrepreneurship hanya kepada kelompok
yang mampu dan berhasil dari aspek bisnis dan dagang. Padahal jika menilik
tahap-tahap di atas secara epistemologis, wilayah entrepreneurship ada pada
tataran, di mana manusia selalu berpikir kritis dan kretaif sehingga menciptakan hal-hal yang
berguna bagi masyarakatnya. Demikian
juga dengan bidang-bidang lain, yang mewujudkan manfaat
secara luas bagi kehidupan masyarakat.
entrepreneurship terletak
pada jiwa dan cara berpikir.
Adapun kesuksesan dari hasil
berpikir dan semangatnya itu merupakan hasil yang didorong oleh sebuah
tindakan. Jadi, jika manusia masih mempunyai jiwa dan cara berpikir kritis dan
kreatif yang orientasi untuk kebaikan manusia,
pada titik itulah manusia bisa dikatakan adalah seorang entrepreneurship.
Demikian juga bagi seorang guru dan seluruh stakeholder pendidikan, baik dalam
bidang penyusunan materi ajar, metode pembelajaran, kurikulum, instrumen, dan
lain-lain.
abad ke-21 adalah manusia
yang terbuka ( inklusif), tidak terikat oleh ketentuan-ketentuan sebelumnya yang
serba baku. Dia harus memiliki epistemologi baru yang tidak menerima begitu
saja secara positivistik hal-hal yang dihadapinya. Di sini terlihat manusia
berpikir secara positivistik yang melawan arus.
Sikap kritis inilah yang
menjadikan manusia mampu berpikir kreatif sehingga proses ini bisa dikatakan
menjadi landasan kreativitas dan entrepreneurship.
Pengembangan kreativitas dan
entrepreneurship harus menjadi tujuan pendidikan bagi seorang guru, kepala
sekolah, pengawas, orang tua, dan seluruh masyarakat.
Utamanya dalam proses pembelajaran
di sekolah, materi ajar dan kurikulum harus diarahkan kepada tumbuh kembang
kreativitas siswa.
Proses manisfestasi kreativitas
memang tidak mudah bahkan proses internalisasinya bisa lama jika tidak mampu mempratikkannya
secara makna ( meaning). Karena meaning ini menjadi kriteria utama dalam mengembangkan
kreativitas.
Sejatinya guru membiarkan
siswa mengeksplorasi kompetensinya. Tetapi secara makna, guru membiarkan
kincir-kincir kreativitas tumbuh berkembang dengan baik.
Jadi bisa dikatakan bahwa
berpikir kreatif yang akan menghasilkan manusia-manusia entrepreneurship yaitu
proses berpikir pada hal-hal substantif.
Muara dari semua tahapan
berpikir yang telah dijelaskan di atas yaitu makhluk bernama INOVASI* atau legowo menerima untuk memodifikasi demi sebuah kreatifitas yang bisa di rasakan bersama.
karya Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed.
by Portal Pendidikan Islam
Komentar
Posting Komentar