Al Quran dan Teori Evolusi

Latar Belakang Sejarah
Masalah penciptaan manusia termasuk salah satu pembahasan kuno yang mungkin telah mendapat perhatian dari sejak manusia itu diciptakan.

Dengan menilik kitab-kitab samawi beberapa agama seperti agama Yahudi, Kristen, dan Islam, kekunoan pembahasan dapat kita lihat dengan jelas.
Tulisan ini ingin mengupas sebuah pembahasan komparatif antara ayat-ayat kitab samawi yang menyinggung penciptaan manusia dan teori evolusi.
Dengan kata lain, perbandingan antara keyakinan para ahli tafsir dan pengetahuan yang diyakini oleh para ilmuwan ilmu alam tentang tata cara penciptaan manusia. Akan tetapi, kejelasan tentang masalah ini bergantung pada penjelasan yang benar tentang teori pemikiran ini, dan juga pada pemaparan latar belakang sejarah dan sikap-sikap yang pernah diambil dalam menanggapinya. Tujuan asli tulisan ini adalah kita ingin menemukan sumber kehidupan manusia.
Apakah seluruh jenis binatang dan tumbuh-tumbuhan muncul dengan bentuk seperti ini dan dengan karakteristik dan keistimewaan yang independen dari sejak awal mereka diciptakan, dan lalu mereka juga berkembang biak dengan dengan cara yang sama? Ataukah seluruh binatang dan tumbuh-tumbuhan itu berasal dari spesies (naw‘) yang sangat sederhana dan hina, lalu mereka mengalami perubahan bentuk lantaran faktor lingkungan dan natural yang beraneka ragam, dan setelah itu mereka memperoleh bentuk yang lebih sempurna dengan gerakan yang bersifat gradual sehingga memiliki bentuk seperti sekarang ini?
Teori pertama dikenal dengan nama teori Fixisme dan diyakini oleh para pemikir pada masa-masa terdahulu. Sedang teori kedua dikenal dengan nama teori Transformisme dan diterima oleh para ilmuwan dari sejak abad ke-19 Masehi.
Teori pertama meyakini adanya aneka ragam spesies makhluk yang bersifat independen; artinya manusia berasal dari manusia dan seluruh binatang yang lain juga berasal dari spesies mereka masing-masing. Akan tetapi, teori kedua beranggapan bahwa penciptaan spesies-spesies yang ada sekarang ini berasal dari makhluk dan spesies-spesies yang berbeda.
Para ilmuwan berkeyakinan bahwa teori Evolusi alam natural paling tidak seusia dengan masa para filosof Yunani. Sebagai contoh, Heraclitus meyakini bahwa segala sesuatu senantiasa mengalami proses dan evolusi.
Ia menegaskan, “Kita harus ketahui bersama bahwa segala sesuatu pasti mengalami peperangan, dan peperangan ini adalah sebuah keadilan. Segala sesuatu terwujud lantaran peperangan ini, dan setelah itu akan sirna.” Segala sesuatu selalu berubah dan tidak ada suatu realita yang diam. Ketika membandingkan antara fenomena-fenomena alam dengan sebuah aliran air sungai, ia berkata, “Kalian tidak dapat menginjakkan kaki dalam satu sungai sebanyak dua kali.”
Mungkin filosof pertama yang mengklaim teori Transformisme (perubahan gradual karakteristik dan spesies seluruh makhluk hidup) adalah Anaximander. Ia adalah filosof kedua aliran Malthy setelah Thales. Ia beryakinan bahwa elemen utama segala sesuatu adalah substansi (jawhar) yang tak berbatas, azali, dan supra zaman. Anaximander juga berkeyakinan bahwa kehidupan ini berasal dari laut dan bentuk seluruh binatang seperti yang kita lihat sekarang ini terwujud lantaran proses adaptasi dengan lingkungan hidup. Manusia pada mulanya lahir dan terwujud dari spesies binatang lain. Hal ini lantaran binatang-binatang yang lain dapat menemukan sumber makanannya dengan cepat. Akan tetapi, hanya manusia sajalah yang memerlukan masa yang sangat panjang untuk menyusu pada ibu yang telah melahirkannya. Jika manusia memiliki bentuk seperti yang dapat kita lihat sekarang ini sejak dari permulaan, niscaya ia tidak akan dapat bertahan hidup.
Meskipun teori Evolusi memiliki masa lalu yang sangat panjang, tetapi teori ini tidak memperoleh perhatian yang semestinya dari para ilmuwan selama masa yang sangat panjang. Dengan kemunculan para ilmuwan seperti Lamarck, Charles Robert Darwin, dan para ilmuwan yang lain, teori ini sedikit banyak telah berhasil menemukan posisi ilmiah yang semestinya.
Di penghujung abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, seorang ilmuwan ilmu alam berkebangsaan Prancis yang bernama Cuvier melontarkan sebuah teori tentang penciptaan makhluk hidup. Ia berkeyakinan bahwa makhluk hidup muncul selama masa yang beraneka ragam dalam tataran geologi. Lantaran revolusi-revolusi besar dan tiba-tiba yang pernah terjadi di permukaan bumi, seluruh makhluk hidup itu musnah. Setelah itu, Tuhan menciptakan kelompok binatang baru dalam bentuk yang lebih sempurna. Periode-periode makhluk selanjutnya juga muncul dengan cara yang serupa. Teori ini dalam ilmu Geologi dikenal dengan nama Catastrophisme; yaitu revolusi besar di permukaan bumi. Ia mengingkari seluruh jenis hubungan kefamilian antara makhluk hidup pada masa kini dan makhluk-makhluk yang pernah hidup sebelumnya. Ia meyakini teori Fixisme.
Pada masa kehidupan Cuvier, para ilmuwan seperti Buffon sang zoolog, Lamarck, dan akhirnya Darwin, muncul dalam arena teori Evolusi. Meskipun Buffon hanya mampu meyakini bahwa evolusi makhluk hidup hanya bersifat eksternal, tetapi Lamarck dan lebih hebat darinya, Darwin mampu membuka sebuah posisi ilmiah baru bagi teori ini.
Ketika menjelaskan realita ini, Dampyer menulis, “Teori pertama yang sangat mengena dan begitu logis adalah teori Lamarck (1744 – 1829 M.). Ia menekankan bahwa faktor evolusi (makhluk hidup) adalah perubahan-perubahan menumpuk (accumulated transformations) yang disebabkan oleh faktor lingkungan hidup dan dimiliki oleh setiap makhluk hidup dengan cara warisan. Menurut Buffon, pengaruh perubahan lingkungan hidup terhadap komposisi seseorang sangat minimal. Tetapi Lamarck berkeyakinan bahwa jika perubahan-perubahan yang diperlukan dalam tindakan bersifat permanen, maka seluruh perubahan itu akan mengubah seluruh anggota tubuh yang telah kuno, atau jika tubuh membutuhkan sebuah anggota baru, maka perubahan itu akan menciptakannya. Atas dasar ini, nenek moyang jerapah yang hidup pada masa kini menemukan leher yang panjang dan lebih panjang lagi lantaran ia harus melongok demi meraih dedaunan yang sulit dijangkau. Perubahan komposisi tubuh seperti ini menemukan titik kesempurnaannya melalui jalan warisan. Etienne Geoffroy Saint Hilaire dan Robert Chambers adalah dua orang di antara para pendukung teori Evolusi yang hidup pada abad ke-19. Mereka berkeyakinan bahwa lingkungan hidup memiliki pengaruh langsung pada individu.”
Atas dasar ini, ilmuwan Biologi pertama yang memberikan nilai kepada teori Evolusi adalah Lamarck. Tetapi pendapat dan teori-teorinya tidak memperoleh tanggapan yang semestinya. Hal ini bukan lantaran ketegaran dan kekokohan teori Fixisme pada masa itu. Tetapi hal itu lantaran mekanisme perubahan (mechanism of transformations) yang diusulkan oleh Lamarck tidak menarik para ilmuwan yang hidup kala itu.
Aliran-Aliran Teori Evolusi
Lantaran pandangan yang beraneka ragam terhadap struktur alam, para pendukung teori Evolusi Spesies memiliki sikap dan haluan yang sangat beragam.

Atas dasar ini, pada setiap penggalan sejarah, banyak hipotesis baru yang dilontarkan untuk menepis teori-teori oposisi. Aliran Lamarckisme, Neo Lamarckisme, Darwinisme, Neo Darwinisme, dan teori Mutasi (perubahan secara tiba-tiba) adalah lima aliran yang mendukung teori Evolusi. Pada kesempatan ini, kami akan menjelaskan setiap aliran pemikiran ini secara ringkas, dan juga meneliti akibat yang telah muncul sebagai konsekuensinya.

a. Lamarckisme
Seperti telah dijelaskan di atas, Lamarck, seorang zoolog berkebangsaan Prancis, ini adalah biologis pertama yang—paling tidak—telah berhasil mengokohkan teori Evolusi berpijak di atas konsep-konsep ilmiah. Ia mendeklarasikan teorinya itu pada tahun 1801 M. dengan menerbitkan bukunya yang berjudul Falsafeh-ye Janevar Shenasi (Filsafat Zoologi). Ia tidak meyakini bahwa undang-undang yang berlaku di alam ini keluar dari kehendak Ilahi yang azali. Tetapi ia berkeyakinan bahwa motor utama penggerak sebuah kesempurnaan adalah sebuah power yang menjadi faktor keterwujudan spesies-spesies yang lebih sempurna melalui kaidah “pemanfaatan dan non-pemanfaatan anggota tubuh”. Menurut Lamarck, setiap makhluk hidup pada permulaannya sangat hina dan sederhana sekali. Lalu lantaran beberapa kausa dan faktor, makhluk hidup itu mengalami evolusi menjadi spesies yang lebih sempurna. Faktor-faktor tersebut adalah lingkungan hidup, pemanfaatan dan non-pemanfaatan anggota tubuh, kehendak, dan perpindahan seluruh karakteristik yang bersifat akuisitif (iktisâbî).
Substansi klaim Lamarck adalah perubahan lingkungan hidup menyebabkan perubahan anggota tubuh. Seekor binatang untuk menjalani kehidupan terpaksa harus memanfaatkan sebagian anggota tubuhnya melebihi anggota tubuh yang lain. Dengan memperkuat fungsi sebagian anggota tubuhnya dan meminimalkan fungsi sebagian anggota tubuh yang lain, ia melestarikan kehidupannya.
Dengan kata lain, perubahan kondisi kehidupan menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru. Jika makhluk hidup tidak memperdulikan seluruh kebutuhan itu, maka ia akan musnah. Tetapi jika ia harus memenuhi seluruh kebutuhan itu, maka ia memerlukan anggota tubuh yang sesuai. Dengan demikian, sebuah evolusi dalam struktur tubuhnya akan terjadi. Jika ia memanfaatkan sebagian anggota dalam jumlah yang minimal, maka anggota tubuh itu akan melemah dan kadang-kadang akan musnah. Tetapi jika ia melakukan aktifitas dalam kadar yang maksimal, maka anggota-anggota tubuh baru akan muncul. Pada akhirnya, perubahan-perubahan akuisitif (iktisâbî) ini akan diwarisi oleh generasi-generasi makhluk hidup berikutnya.
Faktor lain evolusi itu adalah kehendak dan keinginan yang dimiliki oleh makhluk hidup. Artinya, ia ingin mengadaptasikan diri dengan lingkungan hidup dan mengatasi seluruh kebutuhan hidupnya.
Untuk membuktikan hipotesisnya itu, Lamarck mengajukan analisa tentang mata seekor tikus yang buta, paruh kuat yang dimiliki oleh sebagian burung, lenyapnya kaki ular, memanjangnya leher jerapah, berubahnya kuda dari kondisi karnivora menjadi herbivora, dan contoh-contoh yang lain.
Menurut keyakinannya, semua itu terjadi lantaran faktor-faktor yang telah dipaparkan di atas.

b. Neo Lamarckisme
Teori Noe Lamarckisme muncul ke arena ilmu Biologi berkat usaha keras Gope, seorang ahli Biologi berkebangsaan Amerika. Teori ini sangat serupa dengan teori Lamarck berkenaan dengan evolusi spesies dan peran beberapa faktor penting seperti kondisi lingkungan hidup, pemanfaatan dan non-pemanfaatan anggota tubuh, dan pewarisan karakteristik yang bersifat akuisitas (iktisâbî). Akan tetapi, dalam menanggapi kehendak dan keinginan makhluk hidup untuk mengubah anggota tubuhnya sendiri, teori ini tidak sejalan dengan teori Lamarck. Menurut teori Neo Lamarckisme, makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan mengalami evolusi lantaran pengaruh langsung lingkungan hidup. Generasi-generasi selanjutnya akan mewarisi seluruh perubahan yang bersifat akuisitas ini.
Zeo Frouy Saint Hailler, seorang ahli Biologi berkebangsaan Prancis, juga memiliki pemikiran seperti Lamarck. Ketika bukunya yang berjudul Falsafeh-ye Tashrîh beredar pada tahun 1818 M., banyak sekali protes yang tertuju kepadanya pada paruh pertama abad ke-19.

c. Darwinisme
Teori ketiga dicetuskan oleh Charles Robert Darwin, seorang ahli Biologi berkebangsaan Inggris. Ia lahir pada tahun 1809 M. Di permulaan usianya, ia menekuni ilmu kedokteran. Setelah itu, ia mempelajari ilmu agama. Akan tetapi, ia tidak pernah memiliki keinginan untuk menekuni bidang ilmu kedokteran dan juga tidak berminat untuk melakukan tugas-tugas seorang pendeta. Oleh karena itu, ketika mendengar bahwa sebuah kapal laut ingin melancong keliling dunia, ia ikut bersama kapal laut itu dengan tujuan untuk menjelajahi jagad raya ini. Ia menjelajahi lautan dan daratan selama beberapa tahun lamanya. Di sela-sela penjelajahan itu, ia melakukan penelitian ilmiah. Ia meneliti tentang tata cara penciptaan dan kondisi tumbuh-tumbuhan dan binatang. Ketika telah kembali ke negaranya, ia merenungkan, memikirkan, dan meneliti seluruh penemuan yang telah dicatat dalam buku hariannya selama dua puluh tahun. Dari konklusi seluruh hasil penelitiannya ini, ia mengambil kesimpulan bahwa teori kuno harus ditinggalkan dan teori baru; yaitu teori Evolusi Spesies, harus diterima. Menurut keyakinannya, seluruh makhluk hidup berubah menjadi bentuk makhluk hidup yang lain lantaran sebuah proses evolusi dan penyempurnaan, dan tidak ada satu makhluk hidup pun yang diciptakan tanpa adanya sebuah mukadimah dan secara mendadak dan tiba-tiba.
Pada tahun 1837 M., Darwin menerbitkan sebuah koran dan memuat buah pemikirannya di koran tersebut secara gradual. Pada tanggal 20 Juli 1854, ia berhasil menamatkan penulisan buku Mansha’-e Anva’ dan menerbitkannya pada tanggal 24 Oktober 1859.

Dalam membuktikan teori Tranformisme, Darwin mengajukan riset-riset yang telah dilakukannya tentang embriologi binatang, periode-periode kesempurnaan nenek moyang makhluk hidup sesuai dengan pembuktian fosilologi, dan keserupaan struktur janin manusia dengan ikan dan katak kepada para ahli ilmu Biologi yang hidup semasa dengannya. Ia juga membawakan sebuah bukti bahwa klan manusia masih memiliki hubungan kefamilian dengan klan binatang.
Pada karya tulis pertamanya, Darwin enggan memaparkan masalah penciptaan manusia. Akan tetapi, pada tahun 1871 M., ia memaparkan sebuah pembahasan yang sangat detail tentang asal usul penciptaan manusia dalam sebuah buku yang berjudul Tabar-e Insan (Asal Usul Manusia). Dalam buku ini, ia menjelaskan beberapa sifat lahiriah manusia seperti bentuk wajah, gerakan tangan dan kaki, dan cara berdiri, beberapa karakteristik jiwa seperti menggambarkan, membayangkan, dan merenungkan, dan juga beberapa karakteristik spiritual seperti cinta sesama, naluri cinta, lebih mementingkan kepentingan orang lain, dan karakteristik lainnya. Menurut analisanya, semua itu terjadi berdasarkan perubahan gradual yang pernah dialami oleh nenek moyangnya yang anthropoid, dan bahkan dialami oleh beberapa jenis binatang seperti kera, dalam rangka mempertahankan keabadian diri dan memilih pilihan natural yang harus mereka pilih. Perbedaan yang ada antara manusia dan binatang, baik dari sisi postur tubuh maupun kejiwaan, ia yakini sebagai perbedaan kuantitas belaka, bukan kualitas. Hingga akhir usianya yang berlanjut hingga 73 tahun, ia senantiasa melakukan berbagai kegiatan dan riset ilmiah. Ia meninggal dunia pada tahun 1882 M.

Pada hakikatnya, teori Darwin adalah perluasan cakupan siasat ekonomi klasik terhadap dunia binatang dan tumbuh-tumbuhan. Buku Malthus, seorang ekonom dan pendeta berkebangsaan Inggris, tentang masyarakat banyak mempengaruhi pemikiran Darwin. Dalam bukunya itu, Malthus ingin membuktikan bahwa masyarakat di muka bumi ini akan bertambah sesuai dengan ketentuan progresi numeral (tashâ’ud-e handasî). Hal ini padahal seluruh fasilitas ekonomi tidak mungkin dapat menjamin seluruh kebutuhan manusia. Atas dasar ini, mayoritas manusia yang hidup dalam sebuah generasi harus musnah lantaran sebuah bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, paceklik, perang, dan lain sebagainya sebelum mereka menggapai usia balig agar keseimbangan antara jumlah masyarakat dan fasilitas ekonomi tersebut terwujud. Menurut sebuah riset, jumlah umat manusia dalam tempo dua puluh lima tahun akan bertambah dua kali lipat. Jika penambahan jumlah penduduk itu tetap berjalan dalam kurun waktu dua abad, maka jumlah penduduk bumi akan mencapai lima milyard.
Setelah menelaah buku ini, ketika mengajukan interpretasi tentang keseimbangan antara jumlah umat manusia dan binatang, Darwin mengetengahkan teori “perjuangan untuk hidup abadi” (struggle for existence). Perjuangan ini akan terealisasi akibat sebuah pilihan alamiah, dan akhirnya sebuah makhluk yang lebih pantas hidup akan kekal. Pilihan sintetis yang dilakukan oleh manusia dan dengan jalan memperkuat pertumbuhan sebagian tumbuhan dan binatang dapat mewujudkan generasi yang lebih bagus.
Di samping buku Malthus, pemikiran dan percobaan-percobaan yang pernah dilakukan oleh Lamarck dan para pemikir yang lain adalah faktor lain yang memiliki pengaruh besar terhadap teori Darwin. Lamarck membagi bumi dan makhluk hidup ke dalam beberapa periode:
Pada periode pertama yang berlangsung selama 2 juta tahun, tidak ada satu makhluk hidup pun yang ada di muka bumi.
Pada periode kedua yang berlangsung selama 1 milyard tahun, bumi hanya dihuni oleh makhluk hidup bersel tunggal dan binatang-binatang laut yang sangat sederhana.
Pada periode ketiga yang berlangsung selama 360 juta tahun, binatang melata yang hidup di dua alam dan tak bertulang punggung muncul di permukaan bumi.
Pada periode keempat yang berlangsung selama 750 juta tahun, binatang mamalia, bangsa ikan, dan burung muncul di permukaan bumi.
Pada periode kelima yang belangsung selama 75 juta tahun, makhluk hidup yang lebih sempurna dan manusia anthropoid muncul di permukaan bumi. Pada era 1 juta tahun terakhir, manusia telah berubah menjadi manusia sempurna yang dapat kita lihat sekarang. Darwin juga banyak terpengaruh oleh pemikiran Cudolfski, pencetus ilmu Paleontologi. Riset-riset yang telah dilakukan oleh Cudolfski membuahkan teori Evolusi Spesies. Dengan mendeklarasikan teori Evolusi Spesies itu, pada hakikatnya Darwin telah mengibarkan bendera perang terbuka melawan ajaran-ajaran fundamental agama Kristen, seperti Isa sebagai juru penyelamat, penciptaan manusia dalam pandangan Taurat, keserupaan Tuhan dengan manusia, teori finalisme, kebertujuan alam wujud, dan kelebihutamaan manusia atas binatang. Meskipun demikian, kita tidak memiliki bukti yang kuat untuk menuduhnya telah berpaling dari agama.

Background Utama Teori Darwin
Background utama teori Evolusi Darwin adalah beberapa hal berikut ini:
  1. Konsep kausalitas; dalam dunia makhluk hidup, tidak ada satu peristiwa pun yang terjadi tanpa kausa.
  2. Konsep gerak; dunia makhluk senantiasa mengalami perubahan.
  3. Konsep tranformasi kuantitas menjadi tranformasi kualitas; dalam dunia makhluk, seluruh tranformasi kuantitas yang akumulatif (bertumpuk-tumpuk) akan berubah menjadi tranformasi kualitas.
  4. Konsep kekekalan materi dan energi; antara dunia makhluk hidup dan makhluk tak hidup terjadi proses pertukaran materi dan energi. Dalam proses pertukaran ini, tidak ada suatu apapun yang akan sirna.
  5. Konsep antagonisme; setiap partikel dari dunia makhluk hidup dan begitu juga keseluruhan dunia tersebut senantiasa memiliki antagonis yang menganugerahkan identitas kepadanya. Proses antagonik dan kontradiksi adalah faktor utama gerak dan pencipta kontradiksi-kontradiksi baru.
  6. Konsep kombinasi; seluruh antagonis yang ada di dunia makhluk hidup selalu berada dalam konflik. Tapi akhirnya seluruh antagonis itu akan berpadu. Dari perpaduan ini, muncullah sebuah kombinasi baru di dunia wujud, dan kombinasi baru ini juga memiliki antagonis.
  7. Konsep negasi dalam negasi; setiap sistem, baik berupa organisme individual, spesies, genus, klan, dan lain sebagainya adalah sebuah realita nyata yang akan sirna di sepanjang masa lantaran konflik yang terjadi antar antagonis. Tempat realita itu diambil alih oleh realita nyata baru yang ia sendiri akan sirna pada suatu hari. Hasil dari negasi dalam negasi ini adalah proses tranformasi.

Pondasi Utama Teori Darwin
Dengan mengkombinasikan antara pengalaman empiris dan rasional, Darwin mencetuskan pondasi-pondasi teorinya berikut ini:
  1. Pengaruh lingkungan hidup. Darwin mengadopsi konsep ini dari Lamarck.
  2. Transformasi aksidental (random variation); Darwin membawakan banyak bukti bahwa transformasi yang terlihat spele dan terjadi dengan sendirinya dalam anggota setiap spesies terwujud secara aksidental dan saling terwarisi. Tapi berkenaan dengan sumber utama dan kausa transformasi ini, ia hanya mengandalkan rekaan dan sangkaan. Ia menegaskan bahwa teori yang telah ia cetuskan ini—dengan sendirinya—tidak mampu menjelaskan kausa seluruh tranformasi itu. Tujuan utama yang ingin digapai oleh Darwin adalah bahwa transformasi semacam ini memang benar-benar terjadi, dan ia tidak mementingkan faktor apakah yang telah mewujudkannya. Transformasi aksidental yang terjadi di dunia makhluk hidup tidak keluar dari konsep kausalitas. Transformasi aksidental adalah sebuah proses yang berdasarkan pertimbangan statistik dan perhitungan kemungkinan memiliki nasib yang lebih sedikit untuk bisa terwujud. Berkenaan dengan hal ini, Darwin menegaskan, “Di dunia binatang liar, banyak sekali kita lihat transformasi yang terjadi secara aksidental. Penggunaan kosa kata ‘aksidental’ tanpa disertai pengakuan yang tegas adalah sebuah pengakuan atas kebodohan kita terhadap kausa-kausa transformasi individual tersebut.”
  3. Pertikaian untuk kekal; secara keseluruhan, jumlah makhluk hidup (yang tidak produktif) lebih banyak daripada jumlah makhluk-makhluk hidup yang produktif (dapat menghasilkan keturunan). Sebagian transformasi dapat mewujudkan sebuah kelebihan tak terindera sehubungan dengan perlombaan dan pertikaian dahsyat dalam anggota sebuah spesies atau antara spesies-spesies yang beraneka ragam untuk menggapai kekekalan dalam sebuah lingkungan hidup.[16] Darwin mempelajari terminologi ini dari Malthus, seorang ekonom era abad ke-18. Ketika menjelaskan pondasi dasar ini, Darwin menegaskan, “Pada saat paceklik, dua binatang karnivora akan saling berperang untuk memperebutkan sepotong daging demi mempertahankan hidup. Meskipun kehidupan setiap tumbuhan bergantung pada air, tetapi eksistensi tumbuhan yang hidup di pinggiran sebuah padang yang tak berair dan tak berumput bergantung pada semangatnya untuk berperang melawan kekeringan. Pengertian konsep pertikaian untuk kekal dapat diumpamakan dengan pertikaian antara benalu dan sebatang pohon yang dihinggapinya. Jika jumlah benalu yang tumbuh di atas sebatang pohon semakin banyak, maka pohon itu akan kering. Untuk mempermudah kita memahami pengertian ini, kami menggunakan terminologi pertikaian untuk kekal.” Pertikaian untuk kekal adalah konsekuensi yang tak dapat dihindari dari sebuah realita bahwa organisme setiap makhluk hidup memiliki keinginan untuk memperbanyak diri dan berkembang biak. Berdasarkan doktrin Malthus, makhluk hidup yang berkembang biak melalui jalan penanaman biji atau bertelur sudah seharusnya mempersiapkan diri untuk musnah pada suatu periode kehidupannya. Jika tidak demikian, lantaran faktor keinginan setiap makhluk hidup untuk berkembang biak secara geometrikal, maka makhluk hidup akan bertambah banyak dalam waktu yang sangat singkat sehingga dunia manapun tidak akan mampu lagi untuk menampungnya. Karena setiap makhluk hidup dapat lebih banyak menciptakan keturunan dibandingkan dengan makhluk lain yang mampu untuk meneruskan hidup, maka peperangan dan pertikaian di antara anggota sebuah spesies makhluk hidup itu dan dengan spesies makhluk hidup yang lain atau dengan kondisi lingkungan hidupnya pasti harus terjadi. Proses perkembangbiakan ini—tanpa pengecualian—dimiliki oleh seluruh organisme makhluk hidup. Setiap makhluk hidup akan berkembang biak dengan cepat sekali. Jika tidak ada penghalang yang dapat mencegah proses perkembangbiakan ini, niscaya keturunan yang dimiliki oleh sepasang makhluk hidup akan memenuhi seluruh bumi. Manusia juga begitu. Meskipun makhluk ini berkembang biak dengan sangat lambat, akan tetapi dalam kurun waktu dua puluh lima tahun, jumlahnya akan bertambah dua kali lipat. Setelah beberapa ribu tahun, tidak akan ada tempat lagi di atas bumi ini untuk keturunan manusia. Kami memiliki beberapa contoh untuk realita ini. Untuk pertama kali, sebuah tumbuhan dipindahkan ke sebuah pulau, dan dalam kurun waktu sepuluh tahun, tumbuhan itu telah memenuhi seluruh pulau tersebut. Meskipun terjadi pertikaian dengan seluruh faktor yang ada di lingkungan sekitarnya, tetapi organisme setiap makhluk hidup tetap memiliki keinginan untuk berkembang biak. Tidak boleh kita lupakan bahwa setiap makhluk hidup, baik tua maupun muda, akan mengalami sebuah peperangan yang dahsyat pada suatu periode kehidupannya untuk mempertahankan diri dari kebinasaan. Jika kita dapat membasmi faktor yang dapat menyebabkan kebinasaannya, meskipun faktor itu bersifat sepele, maka jumlah makhluk hidup itu akan bertambah banyak secara menakjubkan. Faktor yang berpengaruh dalam upaya mencegah proses perkembangbiakan itu sangatlah penting. Darwin meyakini bahwa kondisi sebuah iklim dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi sangat berpengaruh dalam menyetabilkan jumlah rata-rata anggota sebuah spesies. Hawa yang sangat dingin pada sebuah musim dingin dan paceklik pada sebuah musim panas dapat mengurangi jumlah anggota sebuah spesies secara gradual. Pertikaian untuk kekal di kalangan binatang dan tumbuh-tumbuhan, begitu juga di kalangan anggota sebuah spesies adalah lebih dahsyat dan lebih serius. Ketika peperangan di kalangan spesies dalam satu genus berubah menjadi pertikaian untuk kekal, meskipun spesies itu banyak memiliki keserupaan bentuk rupa, adat istiadat, dan khususnya postur tubuh, maka peperangan itu akan lebih dahsyat dibandingkan dengan peperangan yang terjadi antara satu spesies yang berasal dari satu genus dengan spesies lain yang berasal dari genus yang berbeda.
  4. Konsep pemanfaatan dan non-pemanfaatan anggota tubuh; Darwin mempelajari konsep ini dari Lamarck dan memanfaatkannya dalam buku Mansha’-e Anva’. Ketika menjelaskan unsur biologis ini, ia menulis, “Dalam bangsa binatang yang jinak, pemanfaatan (anggota tubuh).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku Sekolah Elektronik PKn SMA/MA

Belajar Abad 21

Contoh Soal Ujian Madrasah (UM) MA 2021